Minim perlindungan dan norma sosial bikin perempuan tertinggal di tempat kerja?
Perempuan kesulitan mengakses pekerjaan layak. Kebanyakan yang kerja di sektor informal diupah di bawah UMR dan minim perlindungan negara.
Kesenjangan gender di dunia kerja Indonesia masih gede banget. Sektor formal didominasi 65,67% laki-laki—perempuan cuma mencakup 34,33% dari angkatan kerja. Perempuan juga secara umum dapat rata-rata gaji 22% lebih rendah dari laki-laki.
Tempat penitipan anak (TPA) bisa jadi salah satu opsi untuk bantu ibu bekerja. Tapi, ternyata TPA masih susah dijangkau karena butuh biaya separuh UMR Jakarta. Selain itu, hingga saat ini cuti ayah masih terbatas hanya dua hari, dan belum terdapat ketentuan yang mengatur lebih dari itu.
Perempuan juga banyak bekerja di sektor kerja informal, seperti Pekerja Rumah Tangga (PRT), yang belum dijamin perlindungannya oleh hukum.
Kesempatan kerja buat perempuan di Indonesia sangat rendah. Tahun 2021, Indonesia masuk peringkat ke-149 dari 190 dalam hal peluang ekonomi bagi perempuan.
Perempuan yang bekerja di sektor informal belum dilindungi secara utuh oleh UU KIA, khususnya soal cuti melahirkan dan pengasuhan anak.
Perempuan terjebak beban ganda; mencari uang dan mengurus rumah. 54,28% perempuan mengalami stres karena beban ganda bikin mereka terhambat di tempat kerja dibanding dengan laki-laki.
Norma pembagian peran gender bikin beban pengasuhan anak jatuh kepada anggota keluarga perempuan lain (yang sering kali gak punya sumber daya; menganggur atau tinggal di rumah) jika si ibu bekerja.
Sampai saat ini belum ada kebijakan yang menjamin perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Pemerintah harus segera mengesahkan RUU PPRT, yang sudah digodok sejak 21 tahun yang lalu, untuk melindungi 10.8 juta perempuan yang kerja di sektor ini.






DPR Komisi IX
Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Jaminan Sosial