Dorong reformasi perpajakan yang lebih adil
Beban pajak di Indonesia masih cenderung timpang antara pusat dan daerah. Pajak dengan revenue besar masih dikendalikan pusat, membuat banyak daerah ketergantungan pada transfer dari pusat. Jika tidak ada reformasi pajak, pemerintah daerah mungkin cuma punya pilihan menaikkan pajak-pajak daerah yang akan ditanggung masyarakat.
Komitmen ini merespon tuntutan dari
Konteks
Kebijakan efisiensi anggaran pada era pemerintahan Presiden Prabowo membuat dana transfer dari pusat ke daerah (TKD) banyak terpangkas.
Agustus 2025, protes besar-besar pecah di Pati pasca Bupati Sudewo menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 250 persen; disinyalir akibat pemotongan TKD yang mengakibatkan pemerintah daerah perlu mencari cara untuk tetap dapat membiayai pemerintahan tanpa bergantung ke pusat.
Pemotongan TKD dikhawatirkan akan berdampak terhadap keberlangsungan pembangunan dan ketahanan fiskal daerah. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mencatat sekitar 60-70 persen daerah masih mengandalkan transfer dari pusat. Bahkan, ada daerah yang 80-90 persen APBD-nya mengandalkan pendapatan dari TKD.
Saat ini pajak-pajak yang besar seperti PPh Badan dan PPN masih masuk ke pusat seluruhnya. PPh perorangan dan migas hanya sebagian kecil yang dibagi ke daerah. Pemda hanya dapat pendapatan dari pajak-pajak seperti pertambangan minerba, PBB, pajak reklame, dan pajak hotel dan restoran. Inilah yang membuat banyak daerah-daerah sangat bergantung pada Transfer ke Daerah dari pusat.
Kebijakan yang memengaruhi masalah ini
Kementerian/Lembaga yang bertanggung jawab




















